Tuesday 28 October 2008

Nona Sekrup..

Nona sekrup

[Jepara xx Juli 008] Masa-masa menjalani on-job trainig di suatu perusahaan swasta nasional terkemuka masih ku jalani saat itu. Setelah seharian menemui wujud istilah-istilah yang selama ini hanya ku dapat dari buku, aku mencoba santai sejenak dengan mengaktifkan messenger ku. Maksud hati bersantai eh malah ketemu temen yang ngajak debat!!! Bikin emosi….

Aku lupa pernyataan tepatnya, intinya dia ngatain aku sebagai sekrup kapitalis! Entah karna sedang kelelahan lantas menjadi sensitive, aku menganggap dia merasa hanya dialah yang paling benar. Dari pernyataannya seolah Pak A%$#&* (pendiri perusahaan) tidak ada bagus-bagusnya, beliau hanyalah bagian pendukung dari system penganut kapitalisme yang telah mengakar saat ini, dan aku sebagai OJT di perusahaannya adalah sekrup kapitalis…

Hal tersebut membuatku geram, kenapa dia tidak melihat sisi baiknya Pak A%$&*^. Bukankah jauh lebih baik menciptakan mesin sendiri; menghidupi beribu kepala keluarga daripada hanya sekedar mengomentari harusnya gini-harusnya gitu.. Dengan jengkel nya aku hanya menggempurnya dengan pertanyaan: “ emang lu dah berbuat apa? Bisanya cuma komentar!!” dia malah balik bertanya apa yang sudah kuperbuat. Aku memang belum berbuat apa-apa tapi aku ga menilai Pak A%$#^& buruk. Kalo ga ada beliau jumlah pengangguran di negri ini pasti lebih banyak!!

Nuraniku ga bisa berbohong mengenai apa yang pernah kami sepakati sebelumnya bahwa system yang berlaku saat ini sifatnya tidak mensejahterakan banyak orang. Menjadi bagian dari system tersebut (walau hanya jadi sekrup) punya peran dalam memperpanjang usia system menguasai dunia ini: itu pandangan umum. Tapi siapa yang tau pandangan orang lain. Barangkali Pak A&*^$% punya strategi tersendiri untuk mensejahterakan orang dan tetap bertahan dalam system yang ada. Memangnya menghancurkan sebuah system mutlak harus dilakukan dari luar system? Gimana mau manghancurkan kalo ga kenal apa yang mau dihancurkan. Atau bisa aja kan menghancurkan dari apa yang ingin dihancurkan.

Aku pikir setiap orang punya caranya sendiri untuk mewujudkan apa yang diyakini nya benar, yang pentingkan niat! Dalam hal ini mungkin cara ku dan cara teman tadi berbeda… jadi tolong hargai perbedaan ini, ga usah maksa!

Bagaimana menurut teman-teman? Salahkah menjadi sekrup kapitalis? Atau mungkin pertanyaannya: burukkah kapitalisme itu?

6 comments:

Anonymous said...

de javu...

komennya ntar abis uts...=.=

Anonymous said...

kayaknya saya tau siapa yang berdebat dengan nila...

kapital emang buruk. penyakit ini yang mematikan indonesia sampai saat ini. kapital ditanamkan semenjak zamannya soeharto. bahkan pak harto menjadi presiden pun atas konspirasi tingkat tinggi para kapitalis dunia untuk mengeruk alam indonesia. karena mereka tau indonesia itu surganya dunia.

saya punya film dokumenter tentang ini. mengerikan. tiger woods yang jadi model di iklan nike itu lebih besar gajinya dengan seluruh karyawan pembuat sepatu nike. dan sepatunya itu dibuat di negara2 berkembang seperti indonesia.

tapi juga ga salah2 amat kalo ada orang yang bkerja di perusahaan tambang atau minyak. asal bapak2 disana semuanya sadar bahwa indonesia masih dijajah. asalkan kuatkan barisan orang2 pribumi dan usir mereka semua. ambil semua menjadi aset negara. jangan malah dijual.

dan buat yang berdebat dengan nila, juga harus sadar kalo ngoceh, demo, aksi, itu belum sangat-sangat cukup untuk meruntuhkan kapitalis..harus berbuat. harus punya karya, baru ngomong. jangan hanya terbawa oleh hegemoni banyak orang. tapi tersadar akan akal sehat sendiri.

untuk indonesiaku..

Galih said...

Duh, sabar Bu Nila Wildani.

Ingat nasehat mentor saya, " Galih lebih baik menyalakan lilin daripada mengutuk kegelapan...".

Artinya " Lebih baik jadi kapitalis daripada menyalahkan kapitalisme." ( Ini ambisi pribadi saya soalnya,he3x..)

Bicara dengan "Bahasa Karya" akan lebih berarti daripada " Bahasa Kata".

Soal tema setelahnya, pernah menasehati adik saya yang cewek, " Semua jenis cowok itu, cuman ada 2 kategori, kalau nggak banci, berarti brengsek". ( Nasehat yang bodoh ya ?)

NB : 2 tulisan terakhir, "penuh perasaan" ya ?

Ah, damai2...Pis2....

nila said...

@ Ady...
mana komen yang panjang lebar nya?

@ kak Imam
aku juga punya film itu kak, dan aku cuma bisa geram tanpa daya hihihi...

@ kak Galih
" bahasa karya" lebih bearti daripada "bahasa kata" Beuh mantebbb...
(Teman2 semua patut diingat: jadi jika suatu saat blog nila sepi kata-kata, ato menemukan nila yang sedang membisu semoga saat itu nila sedang berkarya kalo ga sedang berkarya berarti apa ya????)

kak Galih nampak ahli sekali menilai sebuah tulisan, ya betul sekali tebakannya. hihi..

Anonymous said...

@nila yang ngomentari @adinovic

button komennya lupa diklik, bntar2, poho deui..hihihi

Anonymous said...

@k imam... saya jg sepertinja tau siapa yang berdebat ma si nila soal ini.. mana orangnya nil?!
uhm, sepertinja, tanpa dilawan pun, kapitalisme telah meruntuhkan dirinya sendiri kk (liat siklus krisis ekonomi sejak era 1900an), cm masalahnya karna gda yang nerapin solusi lain, kapitalisme tetep dipake smp skarang..
terkait ngoceh, demo, aksi, protes, kritik, sepertinja sah2 sahaja. pada sebuah masyarakat yang memiliki standar pemahaman, perasaan, dan aturan yang mereka
analogi masyarakat pegang, bukankah wajar jika mereka berdiri tegak, berteriak, dan bergerak ketika ada pemahaman, perasaan, atau aturan yang tidak sesuai dengan yang mereka pahami?kita tinggal melihat solusi yang mereka usung, pragmatis, ato fundamental.

analogi orang2 yang berada di dalam sebuah perahu sepertinya bagus untuk menjelaskan perihal ini. orang2 yang berada di lantai atas mesti selaras dengan orang2 yang berada di lantai bawah..orang2 atas tidak boleh menghalangi orang2 bawah untuk mengakses fasilitas atas(minum misalkan), dan orang2 atas juga tidak boleh membiarkan orang2 bawah membocori kapal sehingga membahayakan keselamatan semua penumpang.
bisa dibayangkan jika sekarang tidak ada orang yang berdiri tegak ketika kebijakan yg ada tidak berpihak pada rakyat. bisa dibayangkan juga gimana klo pemerintah membiarkan masyarakat bertindak anarki (bukan kekerasan loh).. CMIIW, nila sepertinja bisa lebih menjelaskan

@nila ato k imam
btw, sebenarnya saya masih bingung dengan definisi karya yang dibilang orang2..
mohon pencerahannya tentang karya seperti apa yang dimaksud. terutama terkait karya yang bisa membantu dalam meruntuhkan kapitalis

hoi, kemaren Pak A%$&*^ dateng k ITB loh.. ikut teu? sepertinja hnteu.. haha

uhm, @1st, i dunno u're in almost-exitated condition syndrom (kondisi hampir ter-exitasi karena tingkat energi mendekati energi inisiasi[E0], yang ditandai dengan perasaan sensitif dan tindakan2 tidak terduga lainnya :D).. so i'm really sorry :D

sepertinja ada mis-persepsi disini. as i explain u b4, yang mw wa jlasin adalah soal kepemilikan SDA itu sendiri. gtw knapa kok malah bw2 orangny. wa masi ttp memahami, bahwa sektor energi n komoditas yang menjamin hajat hidup orang banyak hanya boleh dikelola oleh negara untuk kesejahteraan masyarakat. (HR Abu dawud:"kaum muslim berserikat dalam 3 hal, air, padang, dan api" hal ini meliputi produk derivasi jg sumber daya2 yang dibutuhkan oleh publik)..
dari sini, maka PERBUATAN yang dilakukan bapak bersangkutan dengan 'mengambil-alih' kepemilikan umum menjadi kepemilikan pribadi(dikelola pribadi), adalah salah menurut pandangan diatas..

islam yang saya pahami, tidak pernah menghalangi seseorang untuk menjadi kaya lewat berwirausaha, justru salah satu penopang ekonomi dalam islam adalah wirausaha (bagian dari sektor riil), maka seandainya bapak A%$&*^ berwirausaha dalam barang2 yang termasuk kepemilikan pribadi, y sah2 sahaja..saat sekarang pun wa salut dgn kepemipinan bliau.

uhm, soal sekrup2 kapitalis, mungkin kita perlu ngliat sejarah pendidikan indonesia sendiri, ketika zaman kolonialis. waktu itu, belanda mendirikan sekolah2 sebenarnya untuk menyiapkan para intelektual2 itu menjadi para pengisi jabatan2 di pemerintahan belanda (bupati, kantor pemerintahan dll), mereka juga dipersiapkan agar bisa menjadi penyokong bagi industri2 berat yang menjadi tulang punggung bagi kolonialisme belanda di negara2 jajahannya.

soal kerja di MNC/perusahaan sejenis, wa blm nemu dalil yang mengharamkannya (beda ma pekerjaan yang memang diharamkn kek kerja di pabrik bir, bank, ato pasar modal, mo milik negara skalipun kek).
uhm, wa pikir ga ada seorang pun mahasiswa kita yang berpikir ingin menyengsarakan masyarakatnya. sampe dalil itu blm ketemu, sepertinja boleh c..

tapi, kadang ada pertimbangan moral:"maukah kita bekerja di tempat yang kita tahu mereka mengelola barang yang tidak semestinya mereka kelola? :D".. moral?uhm, panjang lagi nila..

sorry, its bcme longer than i expectd. heu2.. hapunten anu kasuhun