Saturday 8 November 2008

bingung mau ngasih judul apa

[Desa xxxx Leuwi gajah bandung, 8 November 2008]

Kebutuhan untuk mengaktualisasi diri dalam bidang keprofesian, mengantarkan aku dan teman-teman berada di sini. Di depan rumah pak RT yang menghadap beberapa petak sawah dan beberapa tumpukan sampah yang membukit. Wanita berjilbab mempersilakan kami memasuki rumahnya dengan sangat amat santun. Kami, mas Widyo -tokoh masyarakat-, pak RT dan beberapa pemuda setempat mengambil posisi duduk di ruang tamu rumah itu. Sungguh apa yang diutarakan beliau-beliau membuatku merinding sekaligus bersiap menghadapi tantangan intelektual yang aku yakini akan mengaasikkan.

Kedatangan kami adalah untuk mengidentifikasi masalah yang ada di desa ini. Sebagai landasan bagi kami untuk merancang aplikasi teknologi yang diharapkan dapat memecahkan masalah yang ada. Maka agenda hari ini adalah berkeliling desa melakukan observasi pada sanitasi desa, sampah, air bersih, dll. Sesekali kami bertamu ke rumah warga untuk mencari tahu keluhan-keluhan warga. Dari awal aku sudah yakin pasti agenda ini adalah agenda yang berat dilakukan. Keyakinanku diperkuat oleh argumen seorang dosen yang menungkapkan bahwa tahap identifikasi masalah adalah tahap paling sulit dalam merancang system yang akan dibangun.

Perjalanan dimulai. Kami sampai di lokasi sebuah mck umum yang sangat amat sederhana, hanya berupa lahan sempit yang pagari oleh anyaman bambu dengan bambu-bambu rapuh sebagai tiangnya dan sebuah pompa air berkarat. Mck ini digunakan oleh kira-kira 4-6 kepala keluarga. Melihat perwujudannya aku jadi bingung. Air buangannya dialirkan kemana? Daerah ini lebih tinggi dari areal persawahan, jika memang mengalir ke sawah lantas pencemar apa saja yang mengkontaminasi tanaman padi? Jika padinya dikonsumsi lantas apa dampaknya bagi manusia? Lalu bagaiman kualitas air tanahnya? Layakkah digunankan sebagai sumber air minum?

Berkomunikasi dengan warga desa pun ternyata bukan hal yang mudah. Butuh waktu agak lama buatku merangkai kata-kata yang sekiranya dapat dipahami. Ugh.. bertanya saja sulit.. hehe.. ga heran kenapa ada jurusan komunikasi masa.

Belum sampai mengelilingi desa 75% nya secara spontan keluar celetukan iseng dari mulutku: “ ternyata lebih gampang KP (kerja raktek) daripada pengabdian masyarakat, berarti mengabdi kepada industri lebih gampang dari pada mengabdi kepada rakyat…” hehe…

Terserah apa kata orang, itu cuma ungkapan spontan dari seorang aku. Waktu dihadapkan untuk mengidentifikasi masalah di industri (KP) memang terasa sulit dan merasa super duper bodoh, tapi aku merasa lebih super duper bodoh saat ini, saat dihadapkan pada permasalahan masyarakat. Kenapa diri ini rasanya tidak peka dan jeli mengetahui masalah yang ada pada masyarakat. Rasanya lebih punya gambaran yang jelas tentang apa-apa yang ada di industri ketimbang di desa ini. Ahhh kenapa rasanya permasalahan masyarakat lebi sulit daripada industri…

Semakin tersadar akan apa yang pernah teman-teman kampus diskusikan, bahwa bahkan kurikulum pun dibuat untuk memenuhi kebutuhan industri, bukan kebutuhan masyarakat. (Yeee… nyalahin kurikulum!!) Padahalkan di bangku kuliah juga diajari teknologi tepat guna kok (sksnya memang cuma dikit sih, pilihan pula, hmm mungkin gw nya aja yang ga cerdas)

Ahhh semoga hanya aku seorang yang merasa seperti ini. Jika memang beribu-ribu mahasiswa dan lulusan perguruan tinggi merasakan hal yang sama denganku, lalu apa artinya? Jangan sampe gitu atulah...