Sunday 25 May 2008

Salah siapa?

Pak Lurah, Penerima yang bukan haknya, Petugas loket pelayanan beasiswa, Pemerintah, Pemberi hutang, Penerima hutang, Pembuat hutang, Penulis scenario, Pelaku scenario…. Siapa yang salah??

Keinginan untuk mandiri atau hanya sekedar meringankan beban orang tua dalam pembiayaan diri lumrah ada pada setiap orang, pikirku. Salah satu cara untuk mencapainya adalah dengan beasiswa pendidikan. Di sebuah lantai dasar gedung campus center sayap barat ITB, disamping barisan anak tangga yang menghubungkan lantai dasar dengan lantai diatasnya, disana lah tempat mahasiswa mendapatkan layanan beasiswa. Di depan loket pelayanan beasiswa dipajang beberapa banner berisi informasi beasiswa yang menurutku sudah cukup rinci. Dari mulai jenis beasiswa, jumlah bantuan beasiswa, persayaratan, dan pihak/ perusahaan pemberi beasiswa. Jenis beasiswa yang ditawarkan cukup beragam; beasiswa ekonomi, beasiswa prestasi, dan beasiswa ikatan dinas. Alhamdulillah aku cukup tau diri, beasiswa ekonomi tak lagi kulirik karena aku merasa itu bukan hak untuk ku --masih punya orang tua yang mampu membiayai ku. Kupahami dengan seksama criteria dan syarat yang harus dipenuhi untuk beasiswa prestasi atau pun beasiswa ikatan dinas. Karna diri ini banyak maunya, aku pun kembali untuk tidak melirik beasiswa ikatan dinas, banyak rencana lain setelah aku lulus kuliah, bisikku dalam hati. Kemudian…Senangggg… Harapan untuk mendapat beasiswa prestasi sedikit demi sedikit muncul, ternyata dengan segala keterbatasan prestasi akademik, aku masih memenuhi syarat untuk bisa mendapatkannya. Untuk tahu lebih banyak aku memasuki ruangan itu, kemudian bertanya pada bapak-bapak tua yang kebetulan sedang menjaga loket.
“ Permisi pak, bagaimana prosedur untuk mendapatkan beasiswa prestasi?”, tanyaku.
“ IPK eneng berapa?, bapak itu malah balik bertanya. Ku jawab:”*&, %^ pak”.
“Wah neng, IPK segitu mah banyak di ITB ini, biasanya yang dapet beasiswa prestasi tuh mahasiswa yang IPK nya di atas 3.9. Ada sekitar 110 orang yang punya IPK segitu”….
Wew… rasanya harapan yang tadi timbul kini jatuh bebas dengan kecepatan tinggi
“ Oh gitu ya pak… yawda deh pak, makasi Pak”, balasku dengan nada lemas dan ekpresi kehilangan harapan (ekspresi spontan yang tidak bisa ku sembunyikan atau kukendalikan). Melihat aku yang nampak lemas, bapak tadi membalas
“ Tapi neng, kalo mau beasiswa, ajuin beasiswa ekonomi aja”. Tanpa berfikir lama, aku langsung menolak sarannya “ Ga usah pak, makasih”…..

Sambil berjalan pulang aku jadi teringat beberapa temanku yang mendapat beasiswa (yang pasti bukan beasiswa ikatan dinas) Mereka bukan pemilik IPK lebih dari 3,9 tapi mereka juga bukan berasal keluarga yang kurang beruntung secara ekonomi. Aku berkata seperti itu karna secara kasat mata pun aku sudah tau harga pernak pernik yang digunakan, dari keseharian mereka yang tampil trendi dan glamour, dengan balutan kain ber merk mahal kaliber dunia, dan dari gaya hidup mereka. Lantas aku jadi bingung “ moso bisa beli baju beratus2 ribu tapi minta beasiswa ekonomi”. Benar saja dari informasi seorang teman yang memang berhak mendapat beasiswa ekonomi, sebagian dari mereka memang mendapat beasiswa ekonomi. Bukan bermaksud sirik, tapi gerah melihat 1 lagi ketidakadilan dari sekian banyak ketidakadilan yang ada. Karna menurutku masih banyak yang lebih pantas dan berhak mendapatkannya.

Perbincanganku dengan teman yang memang butuh beasiswa ekonomi tadi mulai mengalir. Aku heran dan menanyakan mengapa bisa mereka yang tidak berhak itu mendapat beasiswa sedang salah satu syarat mendapat beasiswa ekonomi adalah surat keterangan tidak mampu dari kelurahan (ato kecamatan ato rt rw ato mungkin bikin sendiri ???). Dengan sedikit kesal ia berucap: “ Lah jaman sekarang tuh gampang banget nil untuk minta surat keterangan ga mampu”… Lebih lanjut ia pun mengungkapkan kekesalannya akan hal itu. “ dia kan mampu mbok ya kasih kesempatan ke orang-orang yang emang butuh kaya aku….”

Haduh jadi makin gerah, apa pihak kelurahan yang harus disalahkan karna asal-asalan memberikan surat yang tak sepantasnya di berikan?,menyalahkan petugas pelayanan beasiswa karna tak ketat dalam menseleksi penerima beasiswa? atau menyalahkan mereka yang mengambil bukan hak nya? Segera aku berkesimpulan kalau beasiswa ekonomi tidak selalu tepat sasaran. Banyak orang bilang lebih baik cari jalan keluar daripada mencari pihak yang salah. Tapi aku tetap mau mencari siapa yang salah dalam hal ini, biar saja dibilang kurang baik. Toh hidup bukan dijalani dari pandangan orang-orang.

Kembali ke pertanyaan lalu siapa yang salah? Aku jadi teringat berita yang sering tersiar akhir-akhir ini: penolakan kenaikan harga BBM dan penolakan BLT karna dinilai tidak tepat sasaran. Pernah aku bergumam menimpali aksi para aktivis (yang katanya ditunggangi) menolak BLT, : “ kalo BBM ga naik ya ga ada BLT”. Begitu juga dengan beasiswa ekonomi yang ku nilai tidak tepat sasaran. Dengan logika yang sama: “kalo pendidikan gratis ya ga ada beasiswa pendidikan”… Ya, ternyata permasalahan ini hanyalah permasalahan turunan dari salah satu masalah besar negeri ini: pendidikan.

Jadi siapa yang salah? Apa pemerintah yang harus disalahkan? Karena harusnya pemerintah bertanggung jawab atas pendidikan warganya. Lalu bagaimana dengan pembelaan dari pemerintah dengan pernyataan: “pendidikan bukan semata-mata beban pemerintah tapi semua komponen masyarakat” ?. Dari pernyataan itu aku jadi bingung, bukankah rakyat memilih mereka dan mempercayai mereka untuk mengatur sector-sektor publik? (termasuk pendidikan). Terkesan egois, tapi memang benar kalau itu adalah tugas pemerintah. Kalau manusia tidak saling berkaitan satu sama lain, manusia bisa hidup sendiri-sendiri, maka pemerrintah tidak dibutuhkan!. Tapi nyatanya ada hal-hal yang mengikat orang banyak (menguasia hajat hidup orang banyak, klo kata UUD pasal 33 mah) yang butuh di kelola oleh pemerintah. Jadi aku tetap berkeyakinan kalau pendidikan adalah tanggung jawab pemerintah.

Apa yang diupayakan pemerintah saat ini dengan melibatkan peran masyarakat dan swasta untuk turut menanggung beban pendidikan hanya menambah masalah baru saja. Lihat saja PTN di Indonesia saat ini, dimana perguruan tinggi pontang-panting mencari jalan untuk membangun kemandirian secara finansial. Berbagai cara ditempuh, walaupun menuai kontroversi seperti dengan membuka jalur khusus yang menuntut banyak uang dari peserta. Pihak PT yakin cara itu tidak menjadi masalah selama kualitas peserta sesuai dengan standar yang ditentukan. Jalur khusus pun dikuatkan dengan alasan sebagai pendukung untuk melakukan subsidi silang. Namun yang perlu diperhatikan dari cara tersebut adalah proporsi antara peserta jalur khusus dengan reguler. Mengurangi porsi penenerimaan mahasiswa baru dari jalur reguler (spmb) sama saja dengan memperkecil akses warga negara terhadap pendidikan. Hal tersebut membentuk pandangan di masyarakat bahwa PT itu mahal, dan berimbas pada penyusutan motivasi anak2 bangsa yang pintar namun kurang beruntung untuk meneruskan pendidikan ke PT.

Hmmm… kacau sekali jika kubayangkan jatah spmb hanya 10% atau bahkan 0 %, artinya pendidikan mutlak mensyaratkan dana besar selain juga kapasitas intelektual yang tinggi. Semoga ini tidak pernah terjadi… (amin) Apa cukup sampai disitu? Masih banyak lagi masalah yang timbul, seperti masuknya kepentingan asing dalam pendidikan. Melalui pendanaan yang dikucurkan para investor seolah meminta kompensasi dengan turut campur dalam kurikulum. Bagaimana kurikulum pendidikan disusun dengan menyesuaikan kebutuhan pasar, sedang di dalam negeri sendiri masih banyak masalah yang belum juga terpecahkan. Hmm pantas saja kurikulum pendidikan selalu berubah-ubah dengan cepat.

Jika masyarakat dan swasta tidak dilibatkan dalam menanggung beban pendidikan, apa pemerintah bisa menanggungnya sendiri? Tentu seharusnya bisa. Lalu bagaimana caranya pemerintah menggratiskan pendidikan? Pendidikan butuh biaya mahal, bohong kalalu pendidikan tidak butuh biaya. Fasilitas, tenaga pengajar, infrastruktur, dll membutuhkan biaya yang tak sedikit bukan?

Begitu sering aku mendengar cerita --yang juga kenyataan-- bahwa negeri kita sangat kaya. Sederhananya: apa kekayaan tadi tidak mampu mengratiskan pendidikan? Atau paling tidak mampu membiayai sebagian besar kebutuhan pendidikan agar pendidikan menjadi murah untuk tingkat ekonomi rendah sekalipun. Menurutku mampu, sangat mampu malahan. Dan pemerintahlah yang berwenang mengelola kekayaan tadi. Mau dikemanakan harta kekayaan negeri ini? Apa kekayaan itu telah habis dibabat oleh asing? Atau hanya untuk mempertebal kantong pribadi atau kelompok tertentu? Jika benar begitu tentu negeri ini tidak akan pernah mampu membiayai kepentingan warganya. sekalipun untuk kepentingan pendidikan yang sifatnya sangat fundamental dalam menentukan maju mundurnya sebuah negeri… Akhirnya kekayaan yang sampai di kas negara terlalu sedikit karna telah banyak dipotong sana-sini. Sejumlah kekayaan itu pun tidak sepenuhnya untuk membiayai keperluan negara? Kenapa? Negeri ini masih punya banyak hutang bung! Sekitar 34% APBN negara dialokasikan untuk membayar hutang luar negri Indonesia. Sedangkan pendidikan hanya mendapat alokasi dana APBN yang belum juga mencapai angka 20%...

Lalu siapa yang salah? Yang memberi hutang? Yang meminjam hutang? Atau mereka yang membawa negeri ini terpuruk sampai ke palung paling dalam, hingga harus terbelit hutang?? [pusingggg…] Atau….. Apa kesemuanya tadi adalah sederet kejadian berantai yang telah direncanakan dengan matang dalam sebuah scenario drama besar dunia? Lalu siapa yang salah? Pembuat scenario? Para pelaku scenario? Atau penonton drama besar itu pun ikut bersalah? [jadi makin pusingggg!!!] Ternyata pandangan kebanyakan orang benar: lebih baik mencari jalan keluar daripada mencari pihak yang salah.. hehehe….. Lalu apa jalan keluarnya???

12 comments:

Anonymous said...

yang jadi masalah itu, walopun negara kita (katanya) kaya, tapi kekayaan buat siapa ? selama pemerintahnya masih manut sama ndoro Bush, jangan banyak berharap negara kita bakal "kaya" betulan.

satu lagi, masalah moral, udah banyak orang yang gak punya malu di negara kita ini, orang kaya tapi mental kere.

ngegambarin banget mental negaranya, negara kaya tapi mental kere.

Anonymous said...

i agree with u about the missgiven scholarships. everything seems so simple and people dont think twice before doing anything.

but i must say that our people in the city doesnt seem to have any cautioness to do something.well just say like this, if something bad happens what do people do? do demos, do protests. it is rarely seen that they do anything to help themselves. thats what i see now. i compare with my home village in kutoarjo and pati,when they have any problems they dont protest, they work together and try to fulfill there needs, the bad news is this happen then, now the conditions is all the same with the people in the city. ARE WE GETTING LAZY WITH THE FREEDOM TO ACT?

ok theres something i wanna ask about ur opinion

the question is this:
what do u think about the graduates of most universities in Indonesia that prefer working outside Indonesia? We know that in some universities (include ours) are still using government's money (subsidi). I also know a little about what're u planning in the future, so i must ask u is it wrong?just asking...curious about ur firing opinion...

Anonymous said...

@makanan_minuman
wlo bukan siapa2nya mbak nila, tapi saya mw coba njawab, boleh kan mbak?

saya pikir ketika seseorang menyadari bahwa ada masalah yang dilihatnya (baik dialami sendiri maupun orang lain) sudah sewajarnya seseorang tergerak untuk merubah hal tersebut. karna masalah didefinisikan sebagai suatu kondisi yang tidak sesuai dengan kondisi ideal yang diharapkan, maka keinginan untuk merubah keadaan menjadi ideal akan selalu ada.

nah, yang menjadi perbedaan adalah persepsi akan kondisi ideal tersebut, dan metode mencapai kondisi ideal tersebut. begitupula gerakan2 mahasiswa/ormas2 di indonesia. klo menurut saya c, demo2 di jalan adalah suatu bentuk artikulasi kritik terbuka masyarakat terhadap pemerintah, supaya pemerintah tidak mengeluarkan kebijakan2 yang merugikan rakyat, ato bisa jadi seruan bagi pemerintah untuk melaksanakan sesuatu. dan saya pikir itu adalah hal normal, dan dalam akidah saya itu adalah perkara yang mulia (cek hadits soal orang yang berkata yang haq di depan penguasa zalim, lalu penguasa tersebut membunuhnya, maka mereka setara dengan panglima syuhada, yaitu Hamzah RA).

bukan berarti saya menilai peran aktif masyarakat di daerah anda tidak lebih baik daripada protes2 ke jalan, tapi saya pikir itu bukan solusi yang tepat untuk menyelesaikan akar permasalahan sistemik yang menimpa negeri ini. maka untuk menyelesaikannya harus diselesaikan dengan solusi sistemik pula, dengan metode sistemik, dengan menyentuh kesadaran masyarakat di semua kalangan tentang akar masalah sebenarnya, dan bergerak bersama2 dengan pandangan tertentu (yang sahih) hingga keadaan mendekati ideal bisa didapatkan. there's nothing impossible, selama masih ada keresahan dan semangat untuk memperbaiki masalah, semakin dekat impian yang kita harapkan... duh keknya kok jadi ngawur y, maaf2

@nila
emang salah gituh klo orang kaya dapet subsidi? bukannya pendidikan untuk semua? apa salahnya sekolah ke luar negeri? saya sendiri berkeinginan untuk sekolah ke luar negeri, tujuan saya supaya bisa jadi bagian dari sumber daya manusia yang bisa mengisi sektor2 pembangunan INA kok. hmm, tapi gatw yah klo orang2 yang dapet beasiswa ke luar nagri, tapi ke indonesia jadi mafia2 yang ngancurin bangsanya, kek mafia berkeley ituh... hehe.. CMIIW

Anonymous said...

jadi sebenarnya benang merahnya apa dari tulisan nila teh?
nampaknya masih bisa dipecah jadi dua-tiga tulisan tuh...

untuk yang beasiswa, ada kok yg prestasi tp syarat IP nya ga segitu, dan ga ikatan dinas pula..
tp, harus nunggu dulu penawaran instansi2 yang mau ngasih itu..
dulu saya ikut beasiswa AQUA DANONE, itu beasiswa prstasi khusus buat anak TL. trus ikut juga beasiswa dari Dikti, cuma ngisi prestasi2 akademik. ada juga TANOTO,tp yg ini gw ga masuk.trus GE FOUNDATION,SAMPOERNA.klo ga salah ga ada ikatan dinas, dan IP nya ga tinggi2 bgt..
yg penting Nila rajin aja dtg ke CC.dan ga hanya beasiswa yg diburu, tp juga lomba2, lumayan...anak2 itb jarang yang tau, jadinya pesaingnya dikit..pokoknya yg rajin ajah..saya ajah dijadwal klo pergi ke CC(minimal tiap minggu ngecek ada pengumuman apa aja..)

untuk bahasan selanjutnya yg ujung2nya mempermasalahkan pemerintah, kayaknya emang daridulu jg gitu, klo baca shoutboxnya Nila d FS, kan "lebih baik menyalakan lilin daripada mengutuk kegelapan"

gimana?

Anonymous said...

hmmm, saya ingin meluruskan sedikit mengenai pernyataan nila kalau gerakan mahasiswa menolak BBM dan ketidaktepatan BLT. kami ingin mengatakan bahwa memang benar, kami DITUNGGUNGI!!
>Ditunggangi keinginan dari rakyat yang berontak ketika kesulitan mendapatkan barang2 kebutuhan hidup.
>Ditunggangi tangisan dan jerit anak-anak yang mati kelaparan
>Ditunggangi rasa sayang dan cinta kami pada penguasa kami yang telah mengabaikan amanah rakyat, dan amanah dari Sang Pencipta,
>Ditunggangi oleh keinginan kami untuk membuat bumi manusia yang lebih baik dari sekarang
>Ditunggangi oleh impian kami, bahwa suatu saat, aku, kamu, kita dan mereka, akan hidup dalam tatanan yang lebih adil, bagi umat manusia, juga ekosistem lingkungan

soal premium, tidak ada asap klo tidak ada api (kecuali sumber energi tertentu tentunya). ketika ongkos angkot terpaksa dinaikkan, mendapatkan kendaraan motor menjadi semudah membeli kerupuk di warung, pengurusan STNK dan SIM paling 'mudah',, lantas kenapa salahkan kami?

Anonymous said...

wah susah yah berhubung lom pernah ambil beasiswa.

saya juga bingung nih nil program saya berhubungan ama beasiswa.

yang ngasih beasiswa ekonomi juga bingung. "moso aq ngasih beasiwa ke keluarga tidak mampu cuman anaknya dableg lah rugi aku.".

aku gak nyalahin siapa - siapa cuman kalo emang orang niat cari beasiswa Insya Allah dapet kok. bukan masalah aturan yang ada tapi masalah personality kok

nila said...
This comment has been removed by the author.
nila said...

@bhumi:
Hmmm.. menarik soal orang kaya bermental kere, kira2 apa ya yang membentuk karektir macem itu?

@makanan-minuman:
Government has an obligation to give education government subsidy for their people.. And peoples also have an obligation to developed their country.
Prefer working outside indonesia or let says working for foreign company is not wrong i think. That is only one of the several ways to achieve something people desired: about the welfare of their selves only or welfare of all peoples in the world, or at least their country.

Ga masalah kan menjadi orang besar dari sari-sari dunia,lantas kembali ke negeri ini untuk membangun kesejahteraan di bumi manusia ini. :))

@ anonymous:
Sampeyan sopo? nampaknya pak hanief adrian...
Hooh aku juga sepakat kalau permasalahan sistemik harus di selesaikan dengan solusi yang sistemik juga. Di tulisannku ini aku ingin mencoba menguraikan bahwa missgiven scholarship hanya masalah turunan dari akar permasalahan yang ada(pendidikan), pendidikan pun hanya cabang dari suatu kesatuan sistem kesatuan pengatur dunia. Sampeyan nggak ngaawur kok mas, memang benar maslahnya kebenaran/ keadaan ideal saat ini hanya keadaan ideal yang bergantung pada persepsi masing-masing orang, bukan keadaaan ideal/kebenaran mutlak. Padahal menurutku harusnya kita bisa menemukan dan menerima suatu standar kebenaran itu, karna kita sama-sama manusia.

Pendidikan memang untuk semua (seharusnya!!!!) tapi beasiswa ekonomi hanya untuk yang berhak menerima bukan untuk semua!!!!!
Yang aku sesalkan disini kan beasiswa ekonomi yang jatuh pada orang yang tidak berhak, dan ingin menekankan bahwa masalah ini harusnya tidak terjadi kalau pendidikan benar2 nyata untuk semua.......... Gitu loh mas.. piye?


@alakrami:
Benang merah? Aku rasa dah terjawab di balasan komen untuk anonymous diatas. Terimakasih untuk komennya, aku jadi sadar ternyata tulisannku masih buruk, sampe2 pembaca bingung akan benang merah yang ingin aku sampaikan.heheheh... Makasih ya kak...

Iya emang benar lebih baik menyalakan lilin dari pada mengutuk kegelapan, tapi ga salah juga kan kalau mencoba mencari penyebab kegelapan.??
heheh,,,
makasih untuk sarannya.

@ anonymous2:
Semangatttt!!!

@ bayu?
Oh jadi rugi ya kalau memberi beasiswa ke orang yang dableg?? kasihan sekali orang-orang dableg.. Bukannya hak pendidikan untuk semua? Bahkan untuk orang dableg sekalipun...

Permasalahan personality?
Rasanya kita perlu membedakan mana kerusakan sistemik (aturan) dan kerusakan personal. Untuk masalah ini, beasiswa yang tidak tidak sasaran, menurut aku adalah hal yang yang didalamnya terdapat andil besar dari sistem (aturan) bukan dari personal.

Anonymous said...

Punten,,ikutan nimbrung,,

Emm,,tulisannya bagus. Bagus bgt. Ada yg bilang tulisannya mondar-mandir,,y mungkin itu gara2 terlalu banyak pikiran yg numplek di otak jadinya tumpah smuah,,heheh!! Tapi smuanya brhubungan koq. Tentang missgiven scholarship y,,ikut ngasi pendapat boleh?! Makasi,, :)

Menurutku sih beasiswa yang g tepat sasaran itu kesalahan personality & sistem (aturan), tapi mesti diliat juga mana kesalahan intinya. Seperti yg dibilang oleh bang Anonymous di atas kita harus tau akar permasalahannya. Individu yg sifatnya buruk uda tentu masalah,,tapi aturan yg buruk itu lebih masalah lagi. Setiap individu baik yg g berniat buruk pun 'berkesempatan' untuk berulah sampe2 ada kejadian beasiswa g tepat sasaran. Smua itu terjadi karena aturan2 bobrok -tentang pendidikan,,atopun yg lain- yg ada d negeri kita g mampu untuk nanganin masalah2 yg ada. Kejahatan bukan hanya terjadi karena ada niat pelakunya tapi juga karena ada kesempatan,,ceuk bang napi mah. Kesempatan2 busuk itulah yg dihasilkan dari peraturan yg berlaku skarang. Dan perlu diinget peraturan2 itu dibuat sendiri oleh pemerintah. Klyatan kan apa/siapa yg jadi penyebab kegelapan?!

Terus klo peraturannya yg salah,,peraturan kya apa donk yg bener??? Ngutip pernyataan Sys NS. beberapa waktu lalu yg kira2 berbunyi "G fair donk klo peraturan sebuah pertandingan bukan dibuat oleh si pembuat pertandingan, tapi dibuat oleh si peserta pertandingan sendiri. Bisa2 seenaknya & jalan pertandingan pun jadi berantakan". Ibaratkan hidup itu pertandingan, maka yg buat pertandingan itu adalah pihak yang telah membuat kehidupan toh. Siapa yg telah membuat kehidupan? Klo anda2 smua bukan penganut paham komunis pasti tau lah,,hee. Maka bisa diambil kesimpulan klo peraturan yg bener itu yg asalnya/dibuat oleh pencipta kehidupan. Emang ada peraturan kya gitu?? Ada,,

Weleh2 jadi ikutan muter2,,

Sebenernya bang Anonymous sendiri uda ngebahas hampir seluruhnya di atas, "maka untuk menyelesaikannya harus diselesaikan dengan solusi sistemik pula, dengan metode sistemik, dengan menyentuh kesadaran masyarakat di semua kalangan tentang akar masalah sebenarnya, dan bergerak bersama2 dengan pandangan tertentu (yang sahih) hingga keadaan mendekati ideal bisa didapatkan. there's nothing impossible, selama masih ada keresahan dan semangat untuk memperbaiki masalah, semakin dekat impian yang kita harapkan...". Solusi sistemik yg seperti apa??

Aku sendiri yakin akan satu solusi yg bisa ngatasin smua masalah di atas. Solusi yg berlaku untuk smua lapisan masyarakat tanpa ngebedain status sosial, kewarganegaraan, agama, jenis kelamin, IPK, tingkat kegantengan (hoh?!), de el el. G bakalan bahas panjangLebar tu solusi/aturan di sini,,cukup dengan satu kata,,Islam. I S L A M.

Waah kpanjangan yah?! Maap2,,jadi ngabisin space ajah. Klo ada kata2 yg g berkenan juga mohon dimaapin,,karena memang saia adalah biang salah dan yg benar hanya datang dari Tuhan semata. Tiada manusia yang sempurna, oleh karena itu manusia diciptakan oleh Tuhan ber,,,bla,,,bla,,,hadoh makin g beres inih,, *kabur sebelum ditimpuk yg punya blog*



regards

[H]

Anonymous said...

hmm..

tulisan menarik...
jadi teringat kembali permasalahan orang2 central dan periferal...

nila said...

@dheeney...
makasih kak

Anonymous said...

Keren...

Sebenernya memang ini adalah sebuah KESALAHAN KOLEKTIF dari drama skenario dunia yang tujuan adalah kemunduran bangsa..
Sayangnya memang tidak semua aktor didalamnya sadar, bahwa mereka sedang melakoni peran yang berakibat pada terpuruknya Indonesia..

Untuk itu, kita tetap harus bersama-sama membangun kesadaran kolektif akan dibutuhkannya seluruh elemen yang mau DENGAN SUNGGUH-SUNGGUH menjalankan fungsinya masing2 dengan BERSIH-PEDULI-PROFESIONAL ^_^V
baik sebagai masyarakat, mahasiswa, pemerintah, pendidik, dan kesmua elemen yang berkaitan..

)I( 8 )I(