Tuesday 14 April 2009

sentimen kesukuan...

Teman…

Apa ada yang punya alasan kenapa sampai saat ini masih saja ada sentimen kesukuan? (Terutama suku jawa dan sunda…). Ada alasan kenapa sentimen itu harus dipertahankan?

Aku bukan orang beruntung -yang gemar mempelajari sejarah- dan juga bukan orang yang peka terhadap sekitar. Karena itu aku ga pernah sadar akan adanya sentimen kesukuan yang diturunkan para leluhur. Ditambah lagi aku tumbuh di keluarga yang ga rasis, sodara-sodaraku adalah kombinasi cantik dari percampuran berbagai suku di Indonesia; jawa-sunda, sunda-minang, sunda-betawi, sunda-lampung, dll.

Sewaktu tinggal di tanah jawa (Jepara), jika aku berkenalan dengan orang maka dipastikan pertanyaan yang hampir selalu muncul adalah “ asli mana mbak?”… Sebagai anak bangsa yang terlahir di tanah sunda (walo sebenarnya adalah peranakan dari kombinasi suku x dan suku y, ku jawab saja dengan singkat “ sunda”. Tapi lama-lama cape juga ketemu pertanyaan ga penting yang berulang-ulang ditanyakan. Kalo lagi ga berutung si mpunya pertanyaan bakal mendapati aku menjawab dengan judes “ orang Indonesia” wkwkwkkw… Heran kenapa mesti nanya suku sih? Macem ga ada pertanyaan lain aja.

Disuatu waktu, temanku –seorang cewe sunda- bersedih hati karna diputus pacarnya –seorang cowo minang-. Taukah alasannya apa? Alasannya ibunda sang cowo ga setuju anaknya menikah dengan cewe itu lantaran si cewe bersuku sunda. Pengen ketawa deh, tapi bukan menertawakan tragedy putusnya cewe sunda dan cowo minang, melainkan menertawakan manusia yang mau aja melestarikan upaya londo-londo itu (konon sentimen kesukuan dibangun sebagai upaya memecah belah nusantara)… Entah apa yang melekat pada citra cewe sunda, padahal temenku itu wanita baik-baik, ga neko-neko lah

Selain dua hal tadi cerita tentang kesukuan terutama tentang larangan pernikahan antara suku jawa dan sunda jadi sering mampir di telingaku. Ada pandangan cowo sunda pemalas dan ga setia, cewe sunda boros, tukang dandan, cowo jawa dan cewe jawa kalem tapi ngeleyeud ceunah mah.. Wuakakakak itu semua benar-benar membuatku aku tertawa lepas. Makin ga habis pikir deh, apa sih penyebabnya?

Dimulailah pencarian jawaban. Ternyata semuanya bermula dari cerita Perang Bubat antara kerajaan Majapahit dan kerajaan Pajajaran. Cerita lengkap tentang dapat dibaca disini . Ato baca buku nya langsung.

Tulisan tersebut membuatku tertawa (lagi-lagi) sekaligus berpikir keras kenapa suku harus dipermasalahkan. Kenapa sebuah ikatan atas dasar tanah kelahiran sukses membuat manusia saling berburuk sangka dan saling mengejek satu sama lain, juga sukses membuat manusia menjadi sosok yang angkuh (seenaknya menilai orang hanya dari sukunya). Kenapa???? Manusia kan ga pernah bisa milih mau lahir dari suku apa.

Satu lagi: ternyata mempelajari sejarah itu penting. Hehehe… Kata Pramoedya Ananta Toer salah satu kesalahan pada bangsa ini adalah generasi muda yang tidak tahu sejarah (macem gw ini)

6 comments:

Anonymous said...

Sing penting tertib ojo jotos jotosan yo...!! ^_^

Anonymous said...

Halo lagi Nila ( jadi gatal komen, biasanya jarang loh..)

1. Hm, "Peradaban" dari kata dasar "Adab". Maksud saya, sebuah entitas bernama "Peradaban" adalah kumpulan dari manusia yang memiliki kesamaan "Adab" dalam kehidupan mereka ( Tata Krama/ Sopan Santun/Budaya). Unsur dasarnya, tetaplah sistem organik, yaitu "Manusia". ( Ini yang sering kita lupa). Seorang manusia yang dewasa, adalah ketika dia paham siapa hakikat dirinya (identitas) dan menemukan akan kemana dia melangkah, coba konversikan ke peradaban. Peradaban yang dewasa, adalah peradaban yang paham benar apa dan siapa jati diri mereka, serta percaya diri menentukan langkah sesuai dengan target yang mereka ( kita ) inginkan. Kembali ke tulisan Nila, bahkan kita pun belum cukup dewasa untuk mengenali bahwa kita beragam bukan ? Artinya, tahap awal untuk mengenal jati diri pun, kita belum sanggup, apalagi menentukan akan kemana kita melangkah, kemungkinan besar, kita akan menggunakan standar kemajuan "orang" lain untuk mengukur pencapaian kita, kasihan sekali, karena berarti kita tidak menjadi diri kita sendiri.Apakah kita cukup percaya diri menentukan kemana Indonesia akan melangkah ? Itu, buat kita masing- masing.

2. Kata Bang Kishore Mahbubani dalam Can Asian Think ? Orang- orang Asia harus bekerja keras menemukan siapa diri mereka ( kita), sebelum menentukan kemana mereka membawa diri mereka. Efek dari penjajahan ekonomi dan politik di masa lalu sangat membekas dalam cara pandang Orang Asia terhadap diri mereka sendiri. Dalam hatinya, mereka masih merasa bahwa bangsa yang pernah menjadi penjajah zaman dulu, memiliki budaya yang lebih tinggi, serta susah untuk dikejar, menyedihkan bukan ?

Ayo Nila, be yourself, be proud with every single step of your life. Decide your own great life, be the part of civil society, Indonesia. Spirit !!!

GAL

( Komennya ilang ya ? Di email saya masih ada tuh...)

nila said...

@ Angga:
yo!

@ kak GAL
Hoho... iya, Semoga komennya di baca banyak orang

ady said...

satu lagi: ternyata mempelajari sejarah itu penting. Hehehe… Kata Pramoedya Ananta Toer salah satu kesalahan pada bangsa ini adalah generasi muda yang tidak tahu sejarah (macem gw ini)

nambah satu lagi (jadi dua): ternyata mempelajari sejarah itu penting, apalagi klo suatu saat terpaksa jadi penjaga malam di museum sejarah nasional, cem night at the museum, where history comes alive.. hahahaha

Maximillian said...

Ada pandangan cowo sunda pemalas dan ga setia, cewe sunda boros, tukang dandan, cowo jawa dan cewe jawa kalem tapi ngeleyeud ceunah mah.. Wuakakakak itu semua benar-benar membuatku aku tertawa lepas. Makin ga habis pikir deh, apa sih penyebabnya?

Hm, ini juga terjadi pada saya, stereotype dibentuk oleh tata nilai antar generasi, referensinya adalah data empirik.Dalam satuan suku, cara pandang ini disebabkan oleh minimnya informasi, sehingga sampel yang dijadikan pertimbangan bias.

Saya memandang ini sebagai sebuah kelemahan, karena interaksi dan akulturasi itu perlu, salah satunya dengan pernikahan antar budaya. Lazimnya, lewat perdagangan dan pendidikan. Kelemahan ini membuat identitas "nation state" yang dicita- citakan bernama Indonesia, menjadi pudar. Saya, adalah orang Indonesia, yang kebetulan lahir sebagai suku Jawa, dan itu bukanlah sebuah pilihan.

Hm, saya pribadi tidak akan menurunkan stereotype ini ke generasi di bawah, adalah pilihan sadar dan rasional untuk mengenal kultur suku- bangsa yang berlainan, konflik pada awalan, itu biasa. Namun, akan sangat menyenangkan kalau punya Saudara dengan berbagai latar belakang genealogi.

Bukan begitu, Nila ?

NB : Halo, mampir sebentar nih.

oLine said...

Miris memang memikirkannya... sebagai orang yang berpendidikan dan dmokratis seharusnya kita bisa menyikapi stereotip kesukuan dengan pikiran terbuka, bahkan kalau perlu mempelajari kenapa stereotip itu muncul. Apa gunanya slogan "bhineka tunggal ika" kalau masih ada pemikiran2 seperti itu.